Kota Padangsidimpuan merupakan salah satu dari 8 kota di Provinsi Sumatra Utara, sekaligus sebagai kota terbesar di wilayah Tapanuli. Kota ini terkenal dengan sebutan Kota Salak karena di kota ini merupakan produksi salak terbesar di Sumatera Utara, terutama pada kawasan kaki Gunung Lubukraya.
Nama kota ini berasal dari kata "Padang na dimpu" (padang artinya hamparan luas, na artinya yang, dan dimpu artinya tinggi) yang berartikan "hamparan rumput yang luas yang berada di tempat yang tinggi." Pada zaman dahulu daerah ini merupakan tempat persinggahan para pedagang dari berbagai daerah, pedagang ikan, dan garam dari Sibolga, Panyabungan, Padang Bolak (Paluta), dan daerah lainnya.
Seiring perkembangan zaman, tempat persinggahan ini semakin ramai dan kemudian menjadi kota. Kota ini dibangun pertama kali sebagai benteng pada tahun 1821 oleh pasukan Paderi yang dipimpin oleh Tuanku Lelo. Benteng ini membentang dari Batang Ayumi sampai Aek Sibontar. Sisa-sisa benteng peninggalan Perang Paderi saat ini masih bisa dinikmati. Salah satu pengaruh pasukan Paderi ini pada masa pembentukan kota ialah agama yang dianut oleh mayoritas penduduk kota ini, yaitu agama Islam.
Pada zaman penjajahan Belanda, kota Padangsidimpuan sempat dijadikan sebagai pusat pemerintahan oleh penjajah Belanda untuk daerah Tapanuli. Peninggalan bangunan Belanda di sana masih dapat dijumpai berupa kantor pos polisi di pusat kota. Sehingga tidak heran, kalau ingin melihat sejarah kota Padangsidimpuan, tersimpan foto-foto zaman dahulu kota Padangsidimpuan di sebuah museum di kota Leiden, Belanda.
Ribuan peluang menanti, jelajahi sekarang untuk mempelajari lebih lanjut.